Imelda Gozali - Selibat Awam Opus Dei

Selibat awam Opus Dei, beliau sehari-harinya adalah seorang Dosen Bahasa Inggris di FKIP Widya Mandala Surabaya.

Di Opus dei ini tidak mengucapkan kaul,  tapi mengucapkan janji / komitmen. 

Opus dei ini didirikan oleh Santo Josemaria Escriva, seorang spanyol, beliau sudah di kanonisasi menjadi santo tahun 2002, dan beberapa anggota Opus Dei sudah dibeatifikasi dan sedang dalam proses, Opus dei sendiri memiliki pengesahan dari Paus Yohanes Paulus ke II tahun 1982. 

Visi Misi Opus dei adaLah menguduskan diri di tengah dunia dan menguduskan orang lain di tengah-tengah dunia , maksutnya dulu kita mengira bahwa menjadi kudus itu hanya bisa menjadi Imam, biarawan, biarawati. Tapi Santo Josemaria Escriva mendapat ilham bahwa bukan, kita semua bisa menjadi kudus ditengah-tengan profesi kita masing-masing. Cara menguduskan diri dengan sakramen dan pembinaan. 

Anggota Opus Dei ada 90.000 orang, kak Imelda selibat awam yang tinggal di rumah center (pusat kegiatan), dan ada juga yang tidak tinggal di center (karena kebutuhan keluarga dan lain sebagainya).

Awal mulanya Kak Imelda terpanggil, pada saat itu beliau sedang studi di Singapore, lalu beliau diundang oleh seorang teman di center Opus Dei yang ada di Singapore, beliau merasa terpanggil karena suka , yang disukai adalah pendalaman imannya, karena di Opus dei ditekankan bahwa pendalaman yang serius dan mendalam, dan bisa belajar banyak tentang Iman. Lalu kak Imelda bergabung tahun 2000, dan tahun 2009 Opus dei mulai buka di Surabaya, dan akhirnya beliau kembali ke Surabaya.

 

Romo Hariawan Adji, OCarm - Imam

Romo Hari sekarang bergabung dengan Ordo Karmel yang pusatnya ada di Malang, dan juga sekrang bertugas di Malang. Beliau berasal dari Paroki Santa Maria Tak Bercela Surabaya sejakt tahun 1969 - mahasiswa, lalu beliau pindah ke Malang. 

Romo Hari masuk biara bukan saat muda, Beliau masuk biara diumur 30th. Sebelum masuk biara, Romo Hari kualiah di Uniar Surabaya, dan setelah lulus beliau ditawarin untuk menjadi dosen di Unair. Waktu sudah bekerja sebagai dosen itu beliau jadi lupa kepada panggilan, tapi selama menjadi dosen, beliau di beri tugas yang mungkin Tuhan rencanakan untuk Romo Hari. Beliau diberi tugas untuk mendampingi mahasiswa yang bermasalah. Beliau melayani dan memperhatikan para mahasiswa tersebut, dan beliau mencari apa akar masalahnya, dan ternyata rata-rata mereka kurang cinta. Mereka kurang merasa dirinya dicintai, sehingga para mahasiswa tersebut menjadi lemah dalam kepribadian. Romo Hari melakukan pendampingan pada para mahasiswa dan orang tuanya dan berhasil. Makin lama semakin banyak mahasiswa yang dititipkan ke beliau, sampai Romo Hari merasa kecapekan karena harus membagi cinta dari diri Romo Hari sendiri. Saat itu beliau ke batu dan ikut Ibadat sore di Karmel, di sana beliau menemukan bahwa beliau harus menggunakan bukan cinta beliau pribadi, melainkan cinta Tuhan Allah sendiri. Menurut Romo Hari, kalau memakai cinta Allah, beliau bisa membantu banyak orang dan akhirnya beliau memutuskan untuk menjadi Imam Karmelit, karena dengan Ekaristi perayaan cinta kasih, kurba yang sejati, banyak orang akan terselamatkan dengan cinta itu. Beliau masuk biara ini banyak sekali perjuangan dan pernah ingin keluar, tapi beliau berpikir harapannya ingin menjadi cinta untuk semua orang atau cinta untuk keluarga beliau sendiri. Tapi Ayahnya selalu mengingatkan bahwa tiap orang punya panggilannya sendiri-sendiri, dan sebelum ayah beliau meninggal, Romo Hari diingatkan bahwa panggilan beliau itu berat, jalani dengan sungguh-sungguh. Pesan tersebut menjadi pegangan untuk Romo Hari sampai saat ini. Romo Hari berkata "kalau mau jadi cinta untuk semua orang, 

bukan hanya untuk orang tertentu, maka persembahkan diri untuk Tuhan, dan jangan takut apapun yang terjadi Tuhan tidak akan meninggalkan kita dan keluarga kita."

 

Fr. Ivan Putra Hoetomo 

Frater Ivan berasal dari Madiun, dan sekarang sudah tingkat 4 dari Seminari Tinggi Provindentia dei Surabaya. Frater Ivan adalah calon Imam Diosesan Projo Surabaya. Ayah dan Ibu Frater Ivan berbeda agama, tapi beliau dan keluarga memutuskan masuk Katolik dan dibaptis Katolik pada tahun 2002, sejak kelas 4SD beliau tertarik untuk masuk misdinar, namun keinginannya hanya untuk ingin minum anggur misa. Lalu beliau bercerita kepada Ayahnya, dan ayahnya bilang bahwa "kalau beliau ingin minum anggur, beliau harus jadi Romo", Dan hal itu dihiraukannya karena masih kecil.  Dan saat lulus SMP beliau memutuskan untuk masuk Seminari Garum, tapi pada saat mau test beliau sakit, dan beliau diantar oleh Romo Joko untuk mengikuti test tersebut. Ternyata Tuhan memanggil bukan orang yang sehat, melaikan orang berdosa. Saat sudah masuk Seminari Garum beliau dibina dan diolah, ketika menerima surat test yang memberitahukan bahwa diterima, beliau langsung menangis karena terharu dan orang tua beliau selalu menyemangati, tapi 3 hari setelah masuk, beliau juga menangis karena ingin pulag ke rumah. Karena kebiasaan-kebiasaan yang biasa dilakukan diluar, tidak bisa dilakukan di seminari. Tapi saat beliau mulai ditugaskan di stasi, beliau melihat bahwa umat di stasi itu sangat bahagia saat mengikuti Ekaristi dan mereka sangat merindukan pelayanan dari seorang Imam, dan dari sana beliau melihat bahwa "semua orang memiliki panggilan, namun yang kurang adalah jawaban atas panggilan itu, beranikah kita menjawabi panggilan itu?"

Seperti Simon Petrus dan Andreas saat Tuhan Yesus datang dengan tiba-tiba, damn memanggil mereka, Simon Petrus dan Andreas langsung mengikuti Tuhan Yesus dan meninggalkan jalanya (meninggalkan kesenangannya). Ini suatu Inspirasi tersendiri bagi Frater Ivan, "semua orang punya panggilan, namun hanya dibutuhkan kemauan, keberanian, tidak harus orang yang suci." Ketika beliau sudah menemukan rasa syukur atas panggilan, disitulah ada kebahagian tersendiri bagi beliau, walupun berat, tapi ketika beliau bersyukur atas panggilan ini dan bisa menjadi perantara bagi Tuhan menyalurkan sakramen Ekaristi yang membawa keselamatan bagi orang lain, dan bisa menyelamatkan banyak orang."

 

Acara Orang Tua Terpanggil

Pada hari Minggu, 8 Mei 2022 diadakan acara ramah tamah dengan orang tua terpanggil Paroki Santa Maria Tak Bercela Surabaya. Orang Tua terpanggil yang hadir ada 5 pasang, ada beberapa yang tidak hadir dikarenakan ada halangan. 

Di acara tersebut juga dihadiri oleh Romo Marno, Romo Hariawan Adji, OCarm, para Frater Ordo Karmel dan juga awam karmelit. 

Di awal acara ada Doa pembuka yang dipimpin oleh Kak Felicia dari Bidang Kerasulan Khusus dan kata sambutan dipimpin oleh Romo Marno, lalu di lanjutkan puji-pujian yang dibawakan oleh para Frater Karmel dan awam karmelit. Lalu ada juga sharing dari para Frater tentang bagaimana mereka hidup sebagai Frater Karmel. Dan juga ada sharing dari para orang tua terpanggil. 

Acara ramah tamah ini diadakan untuk menfasilitasi para orangtua yang terpanggil yang sudah lama tidak berkumpul sejak pandemi. Selain itu, Sie Misioner hendak mewadahi curahan hati mereka akan kerinduannya pada anak-anaknya yang mungkin belum bisa dijumpai selama pandemi ini. Oleh karena itu, sharing diisi oleh orangtua terpanggil dan juga para Frater dan Karmelit awan.

 

Sr. Marselina Siu, MC - Biarawati

Sr. Marselina Siu, MC yang juga akrab dipanggil dengan Sr. Selly bergabung pada kongregasi Misionaris Claris pada tahun 2001 sebagai postulan, dan berkaul kekal pada tahun 2011. Pada awalnya keinginan beliau masuk biara tidak disetujui oleh orangtuanya. Kebudayaan masyarakat di daerahnya menjanjikan kehidupan yang enak bagi kaum wanita. Sebagai anak perempuan, beliau bisa mendapatkan emas kawin yang banyak jika menikah. Namun, Suster Selly tidak melihat hal itu sebagi keistimewaan. Beliau memberanikan diri untuk mengikuti acara Live In selama 2 minggu di biara Misionaris Claris. Ketertarikannya pada kongregasi MC dimulai dari seragam suster MC yang dinilai keren. Selama mengikuti live in, beliau beralasan ke orangtuanya bahwa beliau akan menginap di rumah saudaranya. Ketertarikannya pada kongregasi MC pun berlanjut dengan keberaniannya menulis surat lamaran untuk masuk biara MC dan meminta tanda tangan orangtuanya. Waktu itu, orangtua Suster Selly tidak tahu bahwa tanda tangan mereka digunakan sebagai syarat untuk pendaftaran masuk biara. Namun, sekarang kedua orangtua Suster Selly merasa bangga bahwa anaknya sudah berkomitmen penuh untuk menjadi pelayan Tuhan.